Gugatan Pelajar Aceh
Paskatsunami medio 2004 lalu banyak kemajuan yang telah dicapai oleh
Santeut, kata dalam bahasa Aceh ini kurang lebih berarti setara. Kata setara ini pula yang oleh pelajar Aceh dikupas lebih dalam. Sesuai kemampuan mereka tentunya. Buku yang diterbitkan oleh Aneuk Mulieng Publishing dengan dukungan oleh Give2Asia dan
Mereka umumnya mempersoalkan kenapa wanita selalu didiskriminasikan dalam berbagai sektor. Banyak sektor yang dikupas. Dari ketidakadilan media layar lebar yang memposisikan hantu wanita lebih dominan dalam tayangan televisi sampai pada persoalan syariat islam di Aceh. Tidak dilupakan juga persoalan pacaran juga dimuat dalam buku ini. Sangat menarik. Persoalan pemisahan ruang kelas antara laki-laki dan wanita di berbagai SMA di Banda Aceh juga dikupas habis dalam artikel T.Oryza Keumala.
Tulisan ini mengupas persoalan peran polisi syariah islam yang belum maksimal dalam mensosialisasikan syariat islam keseluruh elemen masyarakat, termasuk keruang kelas tempat para pelajar menimba ilmu saban hari. WH juga dinilai belum memperlihatkan eksistensi dan kemampuan pemahaman keislamannya. Belum pernah para pelajar ini mendengar WH melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dalam ruang publik. Ini yang ditunggu-tunggu oleh penulis ini. Soal lain yang disinggung yaitu tentang pemisahan kelas antara kaum hawa dan adam itu. Dia bahkan menyitir bagaimana Walikota Banda Aceh, Mawardi Nurdin ketika melakukan rapat secara tertutup dengan Wakil Walikota Illiza Saaduddin, mengenakan hijabkah?. (Hal.86)
Dalam seluruh tulisan yang diolah secara apik dan renyah untuk dibaca ini, tak dapat ditemukan makna jender sebenarnya. Syukur, penerbit buku ini menyiasatinya dengan pengantar yang ditulis oleh Lies Marcoes-Natsir. Disinilah makna jender ditulis secara gamblang oleh antropolog
Secara keseluruhan buku yang ditulis oleh 16
Apapun ceritanya, calon-calon penulis Aceh kini memiliki calon-calon penulis muda. Potensi ini yang diharapkan akan mengembalikan kejayaan Aceh sebagai daerah yang terkenal dengan dunia menulis. Bukankah Hamzah Fansuri yang juga tokoh ulama dikenal sangat piawai dalam menulis.
Terlepas konten jender yang difahami pelajar Aceh ini, buku yang penuh dengan “gugatan” terhadap jender ini patut untuk di baca oleh seluruh pembaca di Aceh maupun di
[Masriadi Sambo]
Judul Buku : Santeut; Kumpulan Khotbah Jender Pelajar Aceh
Penerbit : Aneuk Mulieng Publishing Banda Aceh
Tebal : 139 Halaman
Penulis : Mifta Sugesty dkk
Editor : Azhari dan Reza Idria
Cetakan : Pertama September 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar