Senin, 02 Maret 2009

Masih tentang SANTEUT

Gugatan Pelajar Aceh

Paskatsunami medio 2004 lalu banyak kemajuan yang telah dicapai oleh Nanggroe Aceh Darussalam ini. Berbagai sektor secara perlahan mulai tertata kembali. Sehingga, Aceh seperti orang yang baru selesai mandi, lalu berhias agar tampak cantik. Salah satu sektor yang mengalami kemajuan pesat di Aceh adalah dunia penerbitan buku. Bahkan, sebelum tsunami dunia penerbitan buku sangat lesu di nanggroe yang menjujung syariat islam ini. Namun, kini itu bukan hal mustahil. Buktinya, lihatlah buku “santeut”.

Santeut, kata dalam bahasa Aceh ini kurang lebih berarti setara. Kata setara ini pula yang oleh pelajar Aceh dikupas lebih dalam. Sesuai kemampuan mereka tentunya. Buku yang diterbitkan oleh Aneuk Mulieng Publishing dengan dukungan oleh Give2Asia dan Asia Fondation September 2007 lalu, memang unik. Dimana pelajar mencoba menganalisis persoalan jender dari berbagai aspek kehidupan. Buku setebal 139 halaman ini serba lengkap. Dimana persoalan jender juga ditulis dalam bahasa cerita pendek, artikel dan puisi. Bahkan buku ini sebagian isinya juga didisain, seperti majalah dinding yang seiring menjadi tempat menulis bebas bagi para pelajar.

Mereka umumnya mempersoalkan kenapa wanita selalu didiskriminasikan dalam berbagai sektor. Banyak sektor yang dikupas. Dari ketidakadilan media layar lebar yang memposisikan hantu wanita lebih dominan dalam tayangan televisi sampai pada persoalan syariat islam di Aceh. Tidak dilupakan juga persoalan pacaran juga dimuat dalam buku ini. Sangat menarik. Persoalan pemisahan ruang kelas antara laki-laki dan wanita di berbagai SMA di Banda Aceh juga dikupas habis dalam artikel T.Oryza Keumala.

Tulisan ini mengupas persoalan peran polisi syariah islam yang belum maksimal dalam mensosialisasikan syariat islam keseluruh elemen masyarakat, termasuk keruang kelas tempat para pelajar menimba ilmu saban hari. WH juga dinilai belum memperlihatkan eksistensi dan kemampuan pemahaman keislamannya. Belum pernah para pelajar ini mendengar WH melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dalam ruang publik. Ini yang ditunggu-tunggu oleh penulis ini. Soal lain yang disinggung yaitu tentang pemisahan kelas antara kaum hawa dan adam itu. Dia bahkan menyitir bagaimana Walikota Banda Aceh, Mawardi Nurdin ketika melakukan rapat secara tertutup dengan Wakil Walikota Illiza Saaduddin, mengenakan hijabkah?. (Hal.86)

Dalam seluruh tulisan yang diolah secara apik dan renyah untuk dibaca ini, tak dapat ditemukan makna jender sebenarnya. Syukur, penerbit buku ini menyiasatinya dengan pengantar yang ditulis oleh Lies Marcoes-Natsir. Disinilah makna jender ditulis secara gamblang oleh antropolog Universitas Indonesia.

Secara keseluruhan buku yang ditulis oleh 16 orang pelajar putra dan putrid, yang bersekolah di berbagai sekolah menengah atas di Banda Aceh ini memang sangat menarik. Kemampuan menulis mereka rata-rata dapat diacungkan jempol. Meskipun tak terlepas peran editor yang membuat tulisan itu semakin hidup. Satu hal yang perlu diingat, para penulis yang masih belia dan pernah merasakan tsunami mulai berkarya. Menunjukkan aksinya kesidang pembaca.

Apapun ceritanya, calon-calon penulis Aceh kini memiliki calon-calon penulis muda. Potensi ini yang diharapkan akan mengembalikan kejayaan Aceh sebagai daerah yang terkenal dengan dunia menulis. Bukankah Hamzah Fansuri yang juga tokoh ulama dikenal sangat piawai dalam menulis.

Terlepas konten jender yang difahami pelajar Aceh ini, buku yang penuh dengan “gugatan” terhadap jender ini patut untuk di baca oleh seluruh pembaca di Aceh maupun di Indonesia. Gugatan dari generasi penerus bangsa ini patut untuk didengarkan. Toh, suatu hari mereka yang akan meneruskan negeri ini. Dan kini, mereka berharap syariat islam tidak hanya sebatas wacana dan diskriminasi terhadap perempuan saja. Mereka berharap syariat kaffah. Kaffah untuk seluruh masyarakat yang menghirup udara segar dari perut bumi Nanggroe Aceh Darussalam ini. Bukan hanya ditujukan untuk kaum hawa semata.

[Masriadi Sambo]

Judul Buku : Santeut; Kumpulan Khotbah Jender Pelajar Aceh

Penerbit : Aneuk Mulieng Publishing Banda Aceh

Tebal : 139 Halaman

Penulis : Mifta Sugesty dkk

Editor : Azhari dan Reza Idria

Cetakan : Pertama September 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut